Rabu, 26 Januari 2011

PENULISAN HADITS BERDASARKAN KUALITAS SANAD


v PENDAHULUAN
Kehujjahan hadits sebagai dasar hukum kedua setelah Al-Qur'an adalah hal yang tidak diragukan lagi. Hadits dipercaya sebagai sumber hukum terkuat setelah Al-Qur'an, oleh karena keberadaannya yang bersumber pada pribadi Nabi besar Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Islam.
Pada tataran realitas, hadits mulai mendapatkan perhatian serius setelah masa khalifah1 ke lima Umayah yaitu khalifah Umar Ibnu Abdul ‘Aziz. Perhatian itu muncul karena kekhawatiran beliau terhadap hilangnya sunnah rasul dengan semakin banyaknya ‘ulama’ dan sahabat ahli hadits yang meninggal di medan juang. Di sisi lain wilayah kekuasaan Islam semakin bertambah luas, oleh karena itulah khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz memerintahkan kepada para gubernurnya agar membukukan hadits yang ada pada ulama’ di wilayahnya masing-masing.
Oleh karena itu mulai saat itu banyak kemunculan hadits–hadits yang disandarkan Rasulullah, namun hadits-hadits tersebut bukan hadits Nabi (hadits Maudlu’2), maka para ulama’ melakukan seleksi ketat terhadap hadits-hadits yang ada. Seleksi itu kemudian melahirkan satu disiplin ilmu yang kita kenal dengan ilmu hadits.
Ilmu hadits adalah ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadits sampai kepada Rasulullah SAW, dari segi hal ihwal para perawinya kedlabitan3, keadilan dan dari bersambung tidaknya sanad dan sebagainya. Ilmu ini kemudian memungkinkan terhadap adanya hadits-hadits yang bisa digunakan sebagai hujjah4 (maqbul5) dan yang tidak diterima kehujjahannya (mardud6).
Kajian tentang diterima dan tidaknya kehujjahan hadits melahirkan pandangan tentang kualitas hadits tersebut dalam pandangan para ulama’. Oleh karena itu makalah ini akan mencoba membahas seputar “PENULISAN HADITS BERDASARKAN KUALITAS SANADNYA”.


v PEMBAHASAN
Secara umum ulama’ hadits menggolongkan hadits ditinjau dari segi kualitasnya menjadi dua kelompok, yaitu hadits yang maqbul dan hadits yang mardud. Hadits yang maqbul digolongkan menjadi hadits shahih dan hasan. Sedangkan hadits yang mardud digolongkan menjadi hadits dlaif dengan varian nama serta istilah yang diberikan ulama’ hadits.
Musthofa Azami dalam bukunya “Metodologi Kritik Hadits” menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan hadits ditolak, diantaranya:
1. Adanya cacat pada diri rawi
2. Adanya pertentangan dengan hadits yang lebih kuat
3. Adanya pertentangan dengan akal sehat
4. Dari pernyataan yang bertentangan dengan sabda-sabda kenabian
_____________________________________
1 - kepemimpinan
2 - palsu
3 - ketepatan
4 - alasan, sandaran
5 - diterima
6 - ditolak
A.   Hadits Shahih
Secara bahasa adalah lawan dari ‘saqiim’7, yaitu sah, benar, sempurna atau sehat. Sedangkan menurut istilah para ahli mempunyai beberapa redaksi dalam mendefinisikan hadits shahih, diantaranya adalah :
-         Menurut Al-Suyuthi
هو ما اتصل سنده بعد كل الضابطين من غير شدود ولا علة
Hadits shahih ialah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dlabith dan tidak ditemukan kejanggalan dan tidak pula berillat8
-         Menurut Ibnu Shalah
hadits shahih ialah hadits musnad yang sanadnya bersambung dengan periwayatan seorang perawi yang adil, dlabith yang berasal dari orang yang adil dan dlabith pula sampai akhir sanadnya dan tidak ada kejanggalan dan cacat.
    
Kriteria hadits shahih :
-         bersambung sanadnya
-         perawinya adil
-         perawinya dlabith
-         tidak ada kejanggalan
-         tidak ada cacat.
Klasifikasi hadits shahih :
-          hadits shahih li dzatihi
     ialah hadits yang di dalamnya telah terpenuhi syarat-syarat hadits maqbul secara sempurna.
-          hadits shahih li ghoirihi
     ialah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits maqbul secara sempurna. Yaitu hadits yang asalnya bukan hadits shahih lantaran ada faktor pendukung yang dapat menutupi kekurangan yang ada.

Dengan demikian, hadits shahih li ghoirihi ialah hadits yang kualitas daya ingatan perawinya kurang, tetapi di kalangan ahli hadits, ia di kenal sebagai orang yang jujur.
Pada hakikatnya hadits ini adalah berstatus hasan li dzatihi yang derajatnya naik menjadi hadits shahih li ghoirihi.

B.   Hadits Hasan
Secara bahasa, artinya bagus. Sedangkan pada posisi kehujahan hadits hasan di antara hadits shahih dan dla’if, maka paara ahli berbeda-beda dalam memberikan definisi. Menurut Ibnu Hajar hadits hasan didefinisikan sebagai khabar ahad, ialah hadits yang di ambil atau di akses melalui perawi yang adil, sempurna daya ingatannya, bersambung sanadnya tanpa ada cacat dan kejanggalan disebut sebagai hadits shahih li ghoirihi, akan tetapi jika kekuatan daya ingatnya kurang sempurna, maka disebut hadits hasan li dzatihi.

_______________________________________
7   - sakit
8   - cacat



Kriteria hadits hasan :
-         sanadnya harus bersambung
-         perawinya adil
-         perawinya harus dlabith, tetapi kualitasnya kedlabithannya di bawah kedlabithan perawi hadits shahih.
-         Tidak ditemukan adanya kejanggalan.
-         Tidak ada cacat.

Klasifikasi hadits hasan :
-         hadits hasan li dzatihi
adalah hadits yang sanadnya bersambung dengan perawi-perawi yang adil dan daya ingatannya kurang sempurna, mulai dari awal sanad sampai akhir sanad tanpa ada kejanggalan dan cacat yang merusak.
-         hadits hasan li ghoirihi
ialah hadits dla’if dimana jumlah perawi yang meriwayatkannya banyak sekali dan sebab kedla’ifannya tidak disebabkan kefasikan perawi atau orang yang tertuduh kuat senang berlaku bohong.

C.   Hadits Dla’if
Hadits dha’if adalah hadits yang tidak memiliki syarat-syarat yang bisa di terima. Hasan Sulaiman menyatakan bahwa hadits dho’if adalah hadits yang derajatnya di bawah hadits hasan, artinya hadits yang dalam persyaratannya kurang memenuhi menjadi hadits hasan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hadits dho’if adalah jenis hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk diterima sebagai hadits hasan. Jenis hadits ini sangat banyak sekali. Menurut keterangan Shubhi As-Shalih terdapat 381 macam bentuk yang kebanyakan tidak aktual dan tidak menunjukkan ciri-ciri tertentu, di antara macam hadits dho’if yang diistilahkan oleh para ahli hadits adalah sebagai berikut:

1. Hadits Mursal
Hadits mursal ialah hadits yang di marfu’kan oleh seorang tabi’in kepada Rasul SAW, baik berupa sabda, perbuatan maupun taqrir, baik tabi’in itu kecil atau besar. Sebagian ulama’ memberikan batasan bahwa hadits mursal adalah yang dimarfu’kan oleh tabi’in besar saja. Karena umumnya periwayatan tabi’in besar adalah dari sahabat. Sebagian ahli hadits tidak menilai hadits yang dimursalkan oleh tabi’in kecil sebagai hadits mursal, tetapi hadits munqathi’.

2. Hadits Munqathi’
Adalah hadits yang dalam sanadnya gugur satu orang perawi dalam satu tempat atau lebih, atau di dalamnya disebutkan seorang perawi yang mubham9. Dari segi gugurnya rawi ialah sama dengan hadits mursal. Hanya saja kalau hadits mursal gugurnya perawi di batasi di tingkatan sahabat, sementara dalam hadits munqathi’ tidak ada batasan.

______________________________________
9 - gugur




3. Hadits Mu’dhal
Hadist mu’dhal yaitu hadits yang dari sanadnya gugur dua atau lebih perawinya secara berturut-turut. Termasuk jenis ini adalah hadist yang di mursalkan oleh tabi’at-tabi’iy. Hadist ini sama, bahkan lebih rendah dari hadist munqathi’, sama dari segi keburukan kualitasnya, bila kemunqathi’annya lebih dari satu tempat.

4. Hadist Mudallas
Adalah hadist yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan, bahwa hadist itu tiada bernoda. Hadist Mudallas di bagi menjadi dua, tadlis isnad dan tadlis suyukh
a. Tadlis Isnad
Ialah hadist yang disampaikan oleh seorang perawi dengan orang semasa dengannya dan ia bertemu sendiri dengan orang itu, meskipun ia tidak bisa mendengar langsung darinya, antar orang yang sama dengannya, tetapi tidak pernah bertemu dan ia menciptakan gambaran bahwa ia mendengar langsung dari orang tersebut.
b. Tadlis Syuyukh
Bila seseorang perawi meriwayatkan hadist dari seorang guru dengan menyebutkan gelar atau nama panggilannya, nama keturunannya atau memeberikan sifat-sifat yang baik pada gurunya.

5. Hadist Mua’lal
Yaitu hadist yang tersingkap di dalamnya, illah Qadilah, meski lahiriahnya tampak terbebas darinya. Illat tersebut kadang di temukan pada sanad, kadang di temukan pada matan, kadang juga di temukan pada sanad dan matan sekaligus.
Ada 6 kategori hadist yang termasuk hadist jenis ini yaitu :
a. Hadits Mudla’af
Adalah hadits yang tidak di sepakati kedha’ifannya.
b. Hadits Mutharib
Adalah hadits yang diriwayatkan dengan beberapa bentuk yang saling berbeda yang tidak mungkin.
c. Hadits maqlub
Adalah suatu hadits yang mengalami pemutarbalikan dari diri perawi mengenai matannya, nama salah satu rawi dan sanadnya atau suatu sanad untuk matan lainnya.
d. Hadits syadz
Adalah bisa di antara perawi tsiqoh11 ada diantara mereka yang menyimpan diri lainnya.
e. Hadits Munkar
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi dla’if yang berbeda dengan perawi-perawi (lain) yang tsiqoh.

______________________________________
11 - terpercaya



f. Hadits Matruk dan Matruh
Hadits Matruk adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang Muttaham bi al-kidzbi (yang tertuduh melakukan dusta) dalam hadits nabawi, atau sering berdusta dalam pembicaraannya.
Hadits Matruh yakni hadits yang diriwayatkan secara menyendiri oleh perawi yang tertuduh berdusta dalam hadits, termasuk orang yang dikenal sering berbuat dusta dalam selain hadits.


v KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan sebagai berikut :
1.     Ditinjau dari kualitas sanadnya, hadits dibagi menjadi 2 : maqbul dan mardud.
2.     Hadits maqbul dibagi menjadi 2 pula : shahih dan hasan, sedangkan hadits dla’if termasuk hadits mardud.
3.     Hadits shahih sendiri terbagi menjadi 2 : shahih lidzatihi dan shahih lighoirihi.
4.     Hadits hasan juga terbagi 2 macam : hasan lidzatihi dan hasan lighoirihi.
5.     Hadits dla’if mempunyai beberapa macam: mursal, munqathi’, mu’dhal, mudallas, mu’alal.
6.     Hadits mudallas ada 2 macam : tadlis isnad dan tadlis syuyukh.
7.     Hadits mu’allal juga punya beberapa kategori: mudha’af, mutharib, maqlub, syadz, munkar, matruk dan matruh.


v DAFTAR PUSTAKA

-         M. Mustofa Azami, Metodologi Kritik Hadits
-         www.kampusislam.com
-         Nuruddin Itr ter:Mujiyo, Ulum Hadits
-         Zein Muhammad Ma’shum, Ulumul hadits & Musthalah Hadits


Tidak ada komentar:

Posting Komentar